Rabu, 26 Januari 2011

Celah dalam Ujian Nasional 2011

Tanggal pelaksanaan Ujian Nasional (Unas) 2011 semakin mendekat. Unas bakal digeber April mendatang. Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) dan Badan Standarisasi Pendidikan Nasional (BNSP) terus berbenah menyiapkan unas.

Penerapan sistem ketentuan kelulusan baru ditengarai menambah daftar panjang kecurangan dalam unas. Kecurangan juga disinyalir terjadi di percetakan. BNSP selaku koordinator pelaksanaan unas memetakan, ada beberapa pos dan modus kecurangan dalam Unas 2010 silam.

Di antaranya adalah, kebocoran naskah soal yang diawali dari lemahnya sistem pengawasan di lingkungan percetakan. Tahun lalu, pengawasan di percetakan didominasi oleh Dinas Pendidikan (Dispendik)  provinsi, kota atau kebupaten.
  
Pengawasan yang terlalu dominan dari dispendik di proses pencetakan, berpotensi terjadi kebocoran. Sebab, dispendik memiliki kepentingan dengan naskah soal tersebut. Sudah jamak diketahui, masing-masing dispendik berlomba menekan tingkat ketidaklulusan siswa. Sebab, semakin banyak siswa yang tidak lulus, pertanda penyelenggaraan pendidikan perlu dibenahi. Ujung-ujungnya, dispendik setempat mendapat rapor merah.

Kecurangan selanjutnya muncul dari beberapa oknum guru yang menyalin jawaban siswa yang dinilai salah. Koordinator Unas 2011 Djemari Mardapi menjelaskan modus seperti ini terjadi kerap terjadi di sekolahan-sekolahan pinggiran, yang jauh dari pengawasan tingkat kota atau kabupaten. "Ada juga guru yang membantu total mengerjakan, selanjutnya disebar ke siswa," kata dia.
  
Djemari melanjutkan, kecurangan lainnya adalah munculnya kunci jawaban yang berseliwerang melalui short massage service (SMS). Dia mengatakan, munculnya kunci jawaban melalui SMS ini sering muncul di sekolah-sekolah kelas menengah keatas. Baik tingkat SMP maupun SMA. Sebab, sudah banyak siswa yang membawa handphone ke sekolah.
  
Menurut pria yang sekaligus menjadi kepala BNSP itu, munculnya SMS yang berisi kunci jawaban itu membuat siswa bimbang. Dengan berseliwerannya kunci jawaban via SMS tersebut, membuat siswa bimbang menerima atau menolak kunci jawaban itu. "Jika diambil takut salah semua dan tidak lulus," tutur Djemari. Sebaliknya, jika tidak diambil dan ternyatan kunci jawaban itu benar, dia merasa rugi.
  
BNSP pernah menyurvei di sebuah sekolah SMP di Jawa Tengah. Di sekolah tersebut ada satu siswa yang tidak lulus. Setelah diselidiki, ternyata siswa tersebut tidak mengambil kunci jawaban yang masuk ke HP-nya. Siswa itu, tentu ragu ketika menerima SMS tersebut. "Apakah diambil atau tidak. Ternyata tidak," tegas Djemari.
  
Celah terakhir yang memunculkan kerawanan pelanggaran dalan penerapan unas adalah, sistem pembagian nilai. Seperti diketahui, siswa dikatakan lulus tidak hanya dari nilai yang didapat dalam unas. Tetapi, juga dari nilai rapornya selama tiga tahun. Komposisinya, 40 persen dari nilai rapor atau nilai ujian sekolah dan 60 persen dari nilai unas.

"Pembagian nilai ini rawan ada manipulasi nilai rapor," terang Djemari. Bisa jadi, mulai saat ini para guru sudah mulai merubah atau memperbaiki nilai rapor siswanya.
  
Dari sekian kelemahan unas yang berpotensi memunculkan kecurangan tersebut, BNSP sudah mulai mengantisipasi. Untuk kelemahan pengawasan saat proses percetakan, BNSP menepatkan akan melibatkan total peran perguruan tinggi negeri (PTN) yang terdiri dari para dosen. Pengawasan PTN akan lebih dominan dari pada dispendik. "PTN tidak memiliki kepentingan. Beda dengan dispendik," terang Djemari.
  
Kerawanan kebocoran naskah soal di tingkat percetakan ini juga diamini oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendiknas Mansyur Ramli. Dia menyatakan, kebocoran juga berpotensi ketika naskah sudah dicetak dan distribusikan.
"Panjangnya jarak percetakan dengan sekolah harus diantisipasi," kata dia. Mansyur mencontohkan, naskah yang dicetak di Jawa Timur lalu didistribusikan Nusa Tenggara Barat (NTB). Dalam perjalanan naskah tersebut, rawan terjadi kebocoran naskah soal.
  
BNSP sendiri sudah menyelesaikan proses pembuatan naskah unas. Jumlah soal tidak ada perbedaan dari unas tahun lalu. Perbedaannya terletak pada variasi soal dalam satu kelas. Jika dulu dalam satu kelas ada dua variasi soal, unas tahun ini akan ada lima variasi. Sehingga, potensi contek menyontek antarsiswa bisa ditekan.
  
Dengan banyaknya variasi soal ini, Djemari mengatakan pengawas di dalam kelas harus ekstra teliti. "Mereka harus menyesuaikan kode soal," papar dia. Kode soal antara yang ada di naskah dengan dengan di nomor peserta ujian yang dipegang siswa harus cocok.
  
Sementara itu, antisipasi munculnya kunci jawaban yang muncul lewat SMS, pihak sekolah diminta untuk mengumpulkan wali murid untuk sosialisasi. Pihak sekolah diminta supaya para orang tua berpesan kepada anaknya tidak terpengaruh dengan kunci jawaban yang beredar lewat HP. Selain itu, cara lainnya adalah menyeterilkan siswa yang membawa HP.
  
Sedangkan untuk ulah guru yang nakal, dengan membetulkan jawaban siswa, akan diberikan sanksi yang tegas. Selain itu, pengawas ujian yang melibatkan total peran PTN juga diharapkan tidak membawa naskah soal ujian yang tersisa keluar kelas. Selain itu, pengawas juga diharapkan tetap berada di sekolah sampai naskah lembar jawaban siswa dikirim ke rayon atau dispendik setempat.
  
Dengan sekian perbaikan tersebut, Djemari berharap kelemahan atau kecurangan dalam pelaksanaan unas bisa ditekan. "Pesan pak menteri (M. Nuh, red) Unas 2011 harus lebih baik," tutur dia.
  
Di bagian lain, Mendiknas M. Nuh tetap berpendapat Unas menjadi bahan evaluasi proses belajar mengajar. Dia menegaskan, Unas bukan menjadi alat untuk memperbaiki kualitas pendididikan tanah air.

Sebaliknya, dengan adanya unas bisa diambil langkah intervensi dari kemendiknas untuk sekolah yang banyak angka siswa tidak lulus. Mantan rektor ITS itu tetap berat jika unas dihapus, karena dinilai melanggar hak asasi. Tahun ini kemendiknas mengalokasikan anggaran unas Rp 572 miliar.

Template by : kendhin x-template.blogspot.com